10 March 2023 - Oleh Kantor Kerjasama
Kategori : Kegiatan Khusus Kampus
Dosen Universitas Indonesia dan UNWIRA Jadi Fasilitator Pelatihan Diseminasi English as a Medium of Instruction (EMI) di UNWIRA
UNWIRA – “Peran penting Bahasa Inggris untuk proses perkuliahan semakin dirasakan di lingkungan Perguruan Tinggi di dalam negeri,” ungkap Rektor Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., saat membuka kegiatan pelatihan diseminasi English as a Medium of Instruction (EMI) untuk belasan dosen UNWIRA pada Kamis (9/3/2023) di LPPM Hall Lantai 3 Gedung Rektorat UNWIRA.
Baca juga: Mewisuda 552 Wisudawan/ti, UNWIRA Tekankan Peningkatan Kualitas Pendidikan NTT
Menurut Pater Lipus, penggunaan Bahasa Inggris di lingkungan kampus tidak hanya bertujuan untuk menunjang proses perkuliahan, tetapi juga untuk membantu mewujudkan visi-misi UNWIRA, yaitu menjadi kampus yang unggul secara nasional dan internasional.
Pelatihan diseminasi EMI itu diselenggarakan atas inisiatif University of Sheffield, British Council, dan Universitas Indonesia dalam kerja sama dengan Kantor Kerja Sama dan Pusat Karier UNWIRA. Kegiatan itu juga dijalankan selama 2 (dua) hari dan melibatkan belasan dosen dari 7 (tujuh) Fakultas di UNWIRA.
Pada hari pertama pelatihan, Kamis (9/3/2023), pelatihan dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama berlangsung dari jam 9 sampai jam 12 siang dengan 2 (dua) pembicara, yaitu Harumi Manik Ayu Yamin, M.Hum., dosen Program Studi (Prodi) Bahasa Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, dan Maria Regina Djehatu, M.Pd., dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNWIRA.
Baca juga: Lepas 552 Wisudawan/ti, UNWIRA Syukuri dengan Perayaan Ekaristi dan Acara “Ramah-Tamah”
Harumi, yang biasa disapa Ibu Memmy, membawakan materi berjudul “English as a Medium of Instruction: An Introduction to EMI”.
“Pada dasarnya, EMI berkaitan dengan penggunaan Bahasa Inggris untuk kegiatan akademik di negara atau wilayah di mana bahasa pertama mayoritas penduduknya bukan Bahasa Inggris. Adapun EMI sering diparalelkan dengan sejumlah istilah lainnya, seperti English as a Foreign Language (EFL), English for Specific Purposes (ESP), Content Based Instruction (CBS), Content Language Integrated Learning (CLIL). Faktor pembedanya ialah EMI lebih fokus pada pendidikan tinggi (tertiary education),” tutur Harumi.
Baca juga: Suara Para Mitra di Career Days UNWIRA Periode I 2023
Menurut alumnus Universitas Indonesia itu, EMI di Indonesia pertama kali diperkenalkan di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1920-an. Kemudian, EMI kembali populer pada 1990-an dengan fokus pada program Magister Administrasi Bisnis (MBA) dan Business School. Pada 2000-an, EMI diperkenalkan kembali melalui The International Standard Bilingual School (SBI). Terakhir kali EMI menjadi isu penting ialah ketika Indonesia terlibat dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) yang memicu internasionalisasi Perguruan Tinggi di negara-negara anggota ASEAN.
Peran penting EMI bagi Perguruan Tinggi di Indonesia, demikian Ibu Memmy, berhubungan langsung dengan kebutuhan dan perubahan terkini dalam lingkungan pendidikan tinggi.
Baca juga: Selenggarakan Career Days, UNWIRA Tekankan Etos Kerja
“Sebagaimana berlaku di negara-negara lainnya, Perguruan Tinggi di Indonesia semakin dituntut untuk memperoleh International Rankings. Juga agar kompetisi lintas kampus semakin berkualitas. Di samping itu, sebagian besar jurnal akademik bereputasi internasional dipublikasikan dalam Bahasa Inggris. Mobilitas sosial yang tinggi di antara negara-negara anggota ASEAN mengharuskan masyarakat Indonesia, secara khusus, para pencari kerja, untuk menguasai Bahasa Inggris secara baik agar dapat berkompetisi di lingkungan kerja,” ungkap Ibu Memmy.
Ibu Memmy juga menyampaikan bahwa ada beberapa tantangan penerapan EMI di Indonesia, antara lain terbatasnya kemampuan mahasiswa/i dan dosen dalam berbahasa Inggris, sumber-sumber bacaan dan panduan untuk EMI juga terbatas, dosen dan mahasiswa/i hadir dengan sejumlah perbedaan sosio-ekonomi yang cukup sulit terjembatani, serta kemampuan dosen dalam mengajar dan mendiseminasi EMI juga belum cukup maksimal.
“Saya menawarkan sejumlah strategi, seperti kebijakan (aturan) terpusat, pembentukan satu unit khusus untuk dukungan bahasa, kolaborasi dan/atau sinergi antara pusat-pusat bahasa di lingkungan Universitas, dan evaluasi strategi pembelajaran Bahasa Inggris,” saran Ibu Memmy untuk membantu proses penerapan EMI di Indonesia.
Sementara itu, Ibu Maria Goreti Djehatu, M.Pd., dosen Prodi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP UNWIRA, membawakan materi berjudul “Translanguaging: Definition and Practical Application”.
“Translanguaging merujuk pada praktik bilingualisme, baik di dalam ruang kelas (ruang kuliah) maupun di tengah lingkungan sosial, untuk menguraikan suatu konsep atau istilah dengan mencari padanan arti kata tersebut dalam bahasa-bahasa lainnya. Singkat kata, translanguaging berkaitan dengan pemanfaatan lebih dari satu bahasa yang terjadi dalam komunikasi atau interaksi antarmanusia, baik secara formal maupun informal,” kata Ibu Maria.
Baca juga: Buka Turnamen E-Sports UNWIRA, Ketua Panitia Sampaikan Beberapa Manfaat E-Sports
Seseorang menggunakan teknik translanguaging, tambah Ibu Maria, ketika ia berhadapan dengan lawan bicara yang memiliki latar belakang bahasa yang berbeda.
“Dalam menjembatani perbedaan dan mendorong tercapainya pemahaman, translanguaging berupaya membantu kedua belah pihak untuk memahami sesuatu. Misalnya, pendekatan translanguaging terjadi di dalam ruang kelas multilingual. Penyampaian pesan kepada peserta didik (mahasiswa/i) yang hadir dengan latar belakang bahasa yang berbeda membutuhkan pendekatan kebahasaan yang tepat dalam komunikasi pesan,” tutur Ibu Maria.
Ibu Maria, alumnus Universitas Nusa Cendana, juga mengutarakan beberapa manfaat pendekatan translanguaging, antara lain membentuk kepercayaan diri (confidence) dan membantu memahami konsep-konsep yang cukup sulit dipahami (difficult ideas), sehingga mampu memediasi pemahaman (mediate understanding).
Baca juga: Unika Atma Jaya, UNWIRA, dan AIFIS Selenggarakan Webinar Berbasis Bahasa dan Budaya
“Untuk menerapkan translanguaging, ada beberapa strategi praktis yang bisa dilaksanakan, antara lain dosen mengajak mahasiswa/i untuk menganalisis dan mendikusikan sebuah artikel pertama-tama dalam salah satu bahasa, kemudian menggunakan bahasa lainnya. Selanjutnya, sebagai pembanding, artikel itu disajikan dalam dua bahasa (dual texts). Langkah selanjutnya ialah klarifikasi kosakata, konsep, atau istilah yang cukup sulit untuk dipahami. Dosen kemudian meminta mahasiswa/i untuk menerjemahkan konsep tersebut ke dalam bahasa masing-masing. Penemuan mereka selanjutnya didiskusikan agar konsep asing tersebut mendapat padanannya pada konteks bahasa yang berbeda (various languages). Padanan bahasa itu kemudian disatukan dalam suatu glosarium. Pada tahap terakhir, mahasiswa/i atau peserta didik diajak untuk membuat ringkasan atas artikel tersebut menggunakan bahasa masing-masing,” ungkap alumnus UNWIRA tahun 2008 itu.
Setelah sesi pertama tersebut, kegiatan EMI dilanjutkan pada sesi kedua yang dimulai pada pukul 13:00 WITA. Pada sesi kedua, Ibu Memmy tampil sebagai fasilitator tunggal dengan materi presentasi bertajuk “Giving Interactive Lectures in English as a Medium of Instruction (EMI) Context” dan “Microteaching Preparation”.
Baca juga: BK DPR RI Perpanjang MoU dan Bawakan Kuliah Umum di UNWIRA
Pada hari kedua, pelatihan EMI lebih berkonsentrasi pada praktik microteaching seputar EMI. Dalam kesempatan tersebut, Ibu Memmy membawakan materi berjudul “Assessment and Giving Feedback” dan Ibu Maria membawakan materi berjudul “Motivation and Implementation”. Setelah presentasi dari kedua fasilitator, kegiatan dilanjutkan dengan praktik microteaching yang dibawakan oleh 2 (dua) peserta pelatihan, yaitu Ibu Meylisa Yuliastuti Sahan, S.I.Kom., M.I.Kom, dosen Prodi Ilmu Komunikasi UNWIRA dan Rm. Drs. Kornelis Usboko, Lic.Phil., dosen Prodi Ilmu Filsafat UNWIRA.
“Selama ini saya hanya membaca artikel dan buku-buku Bahasa Inggris. Jarang sekali berbicara dalam Bahasa Inggris. Namun, berkat kegiatan ini, saya mulai menyadari arti penting Bahasa Inggris dalam berkomunikasi lisan,” ungkap Bapak Didimus Dedi Dhosa, S.Fil., MA., peserta dan dosen Prodi Administrasi Publik UNWIRA.
(Penulis: Sarnus Joni Harto; Editor: Ricky Mantero)