05 May 2023 - Oleh Kantor Kerjasama
Kategori : Kegiatan Khusus Kampus
Tingkatkan Pemikiran Kritis Mahasiswa/i, PISMA VII Selenggarakan Lomba Debat Bahasa Indonesia
UNWIRA – Pada Jumat (05/05/2023), bertempat di Ballroom St. Hendrikus, Gedung Rektorat, Kampus Penfui, Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang menyelenggarakan Lomba Debat Bahasa Indonesia (LDBI). LDBI itu merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pekan Ilmiah dan Seni Mahasiswa (PISMA) VII UNWIRA.
LDBI itu melibatkan 10 tim, di antaranya 6 (enam) tim berasal dari UNWIRA dan 4 (empat) tim berasal dari Universitas Nusa Cendana (UNDANA). Tim-tim ini adalah finalis dari 18 tim yang ikut dalam proses seleksi yang dilakukan melalui penulisan Essay.
Baca juga: Peringati Hardiknas, UNWIRA Laksanakan Upacara Bendera
Dalam sesi wawancara, Dominikus Dionisius Temdy Tukan, Ketua Panitia PISMA VII, menjelaskan bahwa LDBI itu bertujuan untuk meningkatkan daya kritis mahasiswa/i.
“Kami rasa perlu adanya pemikiran-pemikiran kritis dari mahasiswa/i tentang budaya, polemik kehidupan yang ada di sekitar masyarakat, dan kehidupan sosial,” ungkap Dominikus Tukan, mahasiswa Program Studi (Prodi) Pendidikan Musik UNWIRA.
Baca juga: Rayakan Idul Fitri 1444 Hijriah, Mahasiswa/i Muslim UNWIRA Kunjungi Panti Asuhan
Dominikus Tukan juga memaparkan 9 (sembilan) mosi yang diperdebatkan dalam LDBI itu, di antaranya: 1) Pengaturan Kuota 30% Keterwakilan Perempuan dalam Partai Politik: Sebuah Diskriminasi Gender?; 2) Apakah UU ITE Baik atau Buruk bagi Demokrasi?; 3) Budaya Belis!, Apakah Perlu?; 4) Budaya Modern Terhadap Budaya Tradisional: Ancaman atau Peluang?; 5) Mahasiswa Berpolitik, Apakah Perlu?; 6) Relasi di Era Teknologi Menyebabkan Degradasi Nilai Gotong Royong; 7) Kaum Muda dan Literasi Multi Dimensi; 8) Perkembangan Teknologi Modern Menjadikan Manusia Kehilangan Tanggung Jawab Altruistic; 9) Koruptor Dihukum Mati?
Lebih lanjut, Dominikus Tukan mengatakan bahwa lomba tersebut dibagi ke dalam 3 (tiga) babak, yaitu babak pertama untuk menentukan 4 (empat) besar, babak kedua untuk menentukan 2 (dua) terbaik, dan babak terakhir untuk menentukan Juara Pertama.
Di sisi lain, para juri yang dipilih dalam LDBI itu ialah Drs. Marianus Kleden, M.Si., Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNWIRA, Pater Peter Tan, SVD., M.Fil., Dosen Fakultas Filsafat UNWIRA, dan Romo Sintus Runesi, Pr., S. Fil., M. Hum., Pembina dan Pengajar Seminari Menengah St. Rafael Oepoi, Kupang.
Agustinus Verginus Kea, salah satu peserta LDBI dari UNWIRA, mengatakan bahwa partisipasinya dalam lomba ini merupakan aksi nyata dari konsep dan pemahaman Filsafat yang sudah dipelajari.
Baca juga: Mahasiswa/i Muslim UNWIRA Selenggarakan Halal Bihalal Idul Fitri 1444 Hijriah
“Pengetahuan yang kita miliki tanpa hasil yang kita lakukan dalam bentuk berbicara tidak akan membuat orang mengenal kita,” kata Agustinus Kea yang biasa disapa Reyes.
Menurut mahasiswa Program Studi Filsafat UNWIRA semester VIII itu, tema yang diangkat sangat relevan dengan mahasiswa/i.
“Kehadiran kami sebagai mahasiswa/i memberikan kontribusi aktif dalam kebudayaan dengan memberikan teladan dan kritik, saran, serta usul berkaitan dengan kebudayaan yang saat ini sedang merosot. Kami juga memberikan solusi terbaik untuk mengatasi persoalan-persoalan yang menghilangkan nilai-nilai dalam kebudayaan itu sendiri,” sambung Agustinus Kea.
Di sisi lain, Videlis Rinto Baro Kaleka, salah satu peserta LDBI dari UNDANA, mengatakan bahwa motivasinya ikut dalam lomba ialah tertarik dengan tema PISMA VII.
“Tema yang diusung sangat menarik karena relevan dengan situasi saat ini di mana lonjakan arus informasi serta pengaruh globalisasi dalam beberapa hal membuat tema budaya menarik untuk didiskusikan, terutama bagi anak muda,” jelas Videlis Kaleka, mahasiswa UNDANA, Prodi Psikologi, Semester VI.
Videlis Kaleka juga mengatakan bahwa tema yang diangkat pada PISMA VII menjadi tempat untuk menyalurkan pikiran terutama mengenai diskusi budaya.
Selepas LDBI itu, Pater Peter Tan, SVD., M.Fil., Dosen Fakultas Filsafat UNWIRA, mengatakan perlombaan LDBI itu cukup kompetitif. Namun, lanjut Pater Peter, ada banyak hal yang perlu dievaluasi, termasuk cara menyampaikan argumen, penguatan argumen itu dengan data, dan logika bahasa.
Baca juga: Mahasiswa/i Muslim UNWIRA Kunjungi Panti Asuhan Katolik Sonaf Maneka Kupang
“Secara keseluruhan, LDBI itu berjalan baik dan mosi-mosi yang disampaikan sangat baik dan mampu mengundang perdebatan karena membahas masalah-masalah konkret yang menjadi kontroversi di masyarakat. LDBI semacam ini penting untuk menghidupkan kembali semangat akademik mahasiswa/i, supaya mahasiswa/i dapat menggunakan penalaran dan logika ketika mereka berbicara atau mencari solusi terhadap suatu persoalan, mengeksplorasi ide, serta menanggapi lawan bicara dan mengisi kekosongan argumen lawan,” tutur Pater Peter, penulis buku “Paradoks Politik” dan “Agama Minus Nalar”.
Baca juga: Mewisuda 552 Wisudawan/ti, UNWIRA Tekankan Peningkatan Kualitas Pendidikan NTT
Menurut Pater Peter, di perlombaan semacam itu, hal yang diperlukan itu bukan posisi pro atau kontra, melainkan kemampuan untuk mempertahankan argumentasi, logika, bahasa yang jelas, teratur, dan sistematis.
“Hal yang paling penting di dalam debat itu ialah jangan terlalu banyak menyampaikan poin. Peserta cukup menyampaikan satu-dua poin yang benar-benar kuat. Posisi yang bisa diprediksi untuk tidak dapat dibantah oleh lawan. Kalau pun dibantah, posisi itu tetap bisa menggugurkan argumentasi lawan,” kata alumnus Magister Filsafat dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta.
The last but not least, Pater Peter berpesan agar peserta harus banyak membaca karena dengan membaca kemampuan kita untuk berpikir sistematis, runtut, dan logis pasti akan terbentuk, kemudian berlatih untuk menulis karena dengan menulis kemampuan berbicara kita akan terasah, serta meningkatkan kemampuan public speaking untuk menambah kepercayaan diri.
(Penulis: Ocha Saru; Editor: Ricky Mantero)