25 July 2023 - Oleh Kantor Kerjasama

Kategori : Pengembangan PT

Direktur RTPM Kemdikbudristek RI Dorong Pendidikan Tinggi Tingkatkan Riset dan Publikasi


Direktur Riset, Teknologi dan Pengabdian Masyarakat (RTPM) Kemdikbudristek Indonesia, Prof. Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M. Agr., Ipu., mendorong Perguruan Tinggi Swasta (PTS) agar lebih giat meningkatkan riset dan publikasi. Hal ini disampaikannya dalam momentum kunjungan ke Wilayah Timur Indonesia, khususnya ke Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Wilayah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Indonesia (LLDIKTI) Wilayah XV yang berlangsung di Auditorium St. Paulus Universitas Widya Mandira-Kupang, Selasa (25/07/2023).

Kunjungan dengan agenda Sosialiasi Koneksi (Platform Kerja Sama Pengetahuan dan Riset Teknologi Australia) ini diikuti sekitar 47 peserta perwakilan PTS di wilayah NTT baik secara daring melalui zoom meeting maupun secara luring (tatap muka).

Baca Juga: Pembukaan KKNT Fakultas Teknik UNWIRA: Menembus Batas dan Menyentuh Masyarakat

Rektor UNWIRA, P. Dr. Philipus Tule, SVD, fasilitator kunjungan direktur RTPM, dalam sambutannya, menyampaikan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan kepada UNWIRA sebagai tuan rumah kunjungan ini. Sebagai Alumnus The Australian Nastional University, ia mengaku bahwa pemerintahan Australia memiliki kepedulian yang besar dalam hal kerja sama akademik dengan Indonesia.

“Bentuk kolaborasi Austalia-Indonesia yang sudah cukup lama berjalan ialah The Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR). Dan inilah sejarah kebersamaan Austalia-Indonesia yang telah kita alami,” tegasnya. Hasil kerja sama lanjutnya, terbukti dengan pembangunan rel kereta api Trans-Sulawesi yang menghubungkan dua Pelabuhan besar, Makasar dan Parepare. Selain itu, kerja sama ini menurutnya harus membuka peluang dalam hal riset tentang masalah-masalah aktual di NTT. “Misalnya masalah stunting, kemiskinan, mutu pendidikan yang rendah dan masalah lain dalam masyarakat bisa menjadi konsen penelitian,” ungkapnya.

Pimpinan LLDIKTI Wilayah XV yang diwakili Kabag Umum, Abdurahman Abdullah, S.Pd.,MM, mengungkapkan belum ada perguruan tinggi yang mendapat predikat unggul untuk wilayah LLDIKTI XV.

“Belum ada PTS yang unggul. Baik sekali ada 10 PTS, baik ada 23 PTS, dan sebanyak 26 PTS belum terakreditasi,” paparnya. Demikian juga dengan Jabatan Fungsional (JAFU) para dosen. “Dari 59 PTS di NTT, jumlah dosen sebanyak 3.155. Ada 1.462 (46%) yang belum mendapatkan JAFU. Asisten ahli 933, (30%), Lektor 712 orang (23%), lektor kepala 26 orang (0,8%) dan guru besar ada 7 orang (0,2%),” paparnya. Kendala lain yang dialami oleh PTS ialah minimnya para dosen lulusan S3, rendahnya publikasi ilmiah dan kendala biaya penelitian. Data yang dipaparkan menunjukkan bahwa tema penelitian dan pilihan topik juga menentukan keberhasilan publikasi. “Pilihan topik penelitian kadang tidak sejalan dengan trend internasional sehingga untuk publikasi internasional jarang yang tembus,” paparnya. Ia menganjurkan agar para dosen memilih topik yang unik dan sesuai template internasional.

Baca Juga: Mahasiswa/i UNWIRA Ikut Pembekalan KKNT-PPM

Dalam hal pembangunan masyarakat, Abdurahman mengatakan belum ada sumbangan maksimal. “Hasil penelitian yang sesuai kebutuhan masyarakat dan dunia industri masih sangat kurang. Hampir belum ada kerja sama antara PTS dan DUDI (Dunia Usaha, Dunia Industri). Karena itu, baru-baru ini LLDIKTI sudah menginisiasi MoU dengan DUDI, BUMN dan BUMND agar ada proses hilirisasi mahasiswa/i,” pungkasnya.

Dalam sesi materi, Direktur RTPM menghimbau agar PTS lebih giat meningkatkan riset dan publikasi kampus. “Tuntutan Tridarma ini hanya ada di Indonesia. Di kampus lain di dunia nggak ada. Karena itu, sebenarnya fokusnya lebih jelas. Yang membedakan kampus dan lembaga pendidikan tinggi lain ya riset. Karena di situ ada knowledge dan knowledge membantu untuk problem solving,” tegas ahli engineering ini.

Selain itu dunia kampus, paparnya, harus menjawabi konteks masyarakat. Dunia akademis di kampus harus memberi inovasi dan solusi. “Konten di kampus harus merupakan konteks dalam masyarakat,” tegasnya. Ia menjelaskan tentang tolak ukur sebuah riset, di antaranya publikasi yang mengharuskan aspek kebaharuan (novelty), sitasi yakni mutu atau kemanfaatan dan high impact yakni hasil yang membawa perubahan positif pada masyarakat. “Mutu ini menyangkut kemanfaatan karya kita. Apakah sudah bisa menjadi rujukan dan titik tolak untuk penelitian selanjutnya atau tidak,” paparnya.

Baca Juga: Pelatihan di BPSDMD NTT, Rektor UNWIRA Beri Ceramah Kepemimpinan Pancasilais dan Berintegritas

Dunia kampus menurutnya jangan berada dalam menara gading akademis karena berjarak dengan kebutuhan masyarakat. “Kampus jangan merasa hebat dengan dunia kampus saja. Harus menyumbang bagi masyarakat lewat penelitian aktual,” tegasnya. Para dosen diharapkan mampu menangkap topik-topik yang khas yang ada di sekitar kampus. “Jangan yang terlalu jauh. ambil yang ada di sekitar kita. Ini menyangkut lokus, relevansi dan kontekstualisasi,” tegasnya.

Ia juga mengatakan, dosen memiliki peran dalam memperbaiki kualitas perguruan tinggi dan kolaborasi antarkampus. “Dosen adalah denyut perguruan tinggi. Orang mau pilih kampus kan harus lihat kualitas kampusnya. Nah itu tergantung dosennya buat apa. Kalau ia meriset dan ahli dalam bidang tertentu, orang akan mau kuliah karena ahlinya ada di situ,” ungkapnya.

Selaku direktur RTPM, dia mengharapkan perlu ada perbaikan kualitas dosen ke depannya dengan peningkatan publikasi dan riset. Hal ini penting untuk pengembangan kualitas pendidikan dan kerja sama internasional. “Perlu kerja kolaboratif bukan kerja sporadis. Tolak ukurnya adalah delivery-nya. Hasil riset apa yang dibawa ke masyarakat. Harus ada itu,” tutupnya.

(Penulis: Paul Ama Tukan)