29 March 2024 - Oleh Kantor Kerjasama

Kategori : Kegiatan Khusus Kampus

Rektor UNWIRA Beri Renungan Jumat Agung, Salam Paskah, dan Salam Idulfitri


Pada hari ini, 29 Maret 2024 adalah hari Jumat Agung. Umat Katolik memperingati wafatnya Yesus Kristus yang mengorbankan diri secara total untuk menebus umat manusia dari dosa dan maut. Hari ini pun adalah hari terakhir masa puasa atau Prapaskah yang telah dimulai sejak Rabu Abu, 14 Februari 2024.

Bagi umat Katolik secara yuridis - kanonik (1249 – 1253) puasa berarti tindakan sukarela untuk tidak makan atau tidak minum seluruhnya (tak makan atau tak minum apa pun) atau sebagian (mengurangi makanan atau minuman) yang mengacu pada jumlah kuantitas konsumsi, sedangkan pantang secara yuridis berarti menahan diri dari makan daging atau salah satu jenis makanan tertentu yang telah ditentukan secara pribadi atau bersama-sama yang lebih merujuk pada jenis dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Bagi umat Katolik, puasa itu hanya sekali sehari yang secara minimal dalam setahun dilakukan pada Rabu Abu dan Jumat Agung. Namun, bagi yang mampu melakukannya lebih boleh berpuasa pada setiap Jumat selama Prapaskah atau juga setiap hari dalam masa Prapaskah.

Di saat umat Katolik mengakhiri puasa hari ini, sanak kerabat yang muslim dan muslimat masih menjalani Sawm Ramadan yang telah dimulai pada 12 Maret 2024 berdasarkan hasil sidang isbat sebagai 01 Ramadan 1445 Hijriah. Dengan demikian, akhir bulan Ramadan atau IdulFitri akan jatuh pada 10 – 11 April 2024 ketika sidang isbat akan menetapkan awalnya bulan Syawal 1445 Hijriah. Oleh karena itu, sebagai seorang beriman Katolik patut kusampaikan Salam Berjumpa dan Marhaban ya Ramadan bagi sesama umat dan kerabatku yang muslim dan muslimat; serentak menyampaikan Selamat Berpisah wa ila al-Liqa’ setelah kita bersama-sama selama 20 hari menjalani  Puasa Prapaskah dan Sawm Ramadan.

Sawm Ramadan memiliki basis Quranik yang mengamanatkan: “Hai orang-orang yang beriman! Diwajibkan kepadamu mengerjakan puasa, sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang yang terdahulu dari kamu, supaya kamu terpelihara dari kejahatan” (Q.2, 183).

Ayat ini, khusus ungkapan ‘Sebagaimana yang telah diwajibkan kepada orang-orang yang terdahulu dari kamu’ belum jelas bagiku siapakah atau penganut agama manakah yang dimaksudkan. Mengapa? karena puasa sebulan penuh tak ditemukan baik dalam tradisi Yahudi maupun Kristen. Umat Kristen dari Gereja Perdana hanya berpuasa beberapa hari menjelang Paskah. Lalu mereka pun berpuasa 40 (empat puluh) hari sebagai kenangan akan Yesus yang berpuasa di padang gurun 40 hari. Namun, hal itu pun tidak terhitung pada hari Minggu dan hari Sabtu untuk sekelompok Kristen. Hanya para penganut Manikhean dan Sabaean yang dikenal berpuasa sebulan penuh.

Yang penting dan utama bagi kita adalah saling menyimak makna dan nilai spiritual Ramadan dan Puasa Prapaskah itu. Dalam bulan Ramadan yang sedang berjalan dan Puasa Prapaskah yang berakhir hari ini ‘aktus puasa makan dan minum serta rasa lapar mengawaskan kaum kaya dan berada akan eksistensi kaum miskin dan duafa’. Oleh karena itu, selama bulan Ramadan dan Prapaskah seharusnya derma untuk Aksi Puasa Pembangunan dan karya amal serta zakat, khususnya zakat Idulfitri  sangat dianjurkan.

Pada Jumat Agung dan hari-hari menjelang Paskah dan Idulfitri seperti ini, saya mengenangkan 2 (dua) hal yang menarik.

Pertama, tulisan Dr. Karmel Hussein, seorang Ahli Fisika dan mantan Rektor Universitas Ibrahim Kairo, dalam bukunya berjudul “Qaryatun Zalima” (Kota Kesalahan, 1954). Karya itu memenangkan hadiah Novel Terbaik di Mesir. Pater George Anawati, OP seorang Imam Ordo Dominikan dan Professor pembimbingku menulis antara lain sebagai berikut:

"Sesungguhnya, segala sesuatu dan peristiwa yang terjadi pada hari itu berkisar seputar penghukuman atas diri al-Masih. Suatu gambaran tiga dimensi terungkap dalam figur para murid, orang Yahudi   dan   orang Romawi. Melalui refleksi tentang aktivitas ketiga kelompok manusia itu, tersiratlah konsep dan falsafah penulis seputar al-Masih yang diwarnai oleh penghargaannya yang tinggi akan paham Islam dan Kristen. Kadang-kadang ditonjolkan tokoh al-masih secara autentik. Orientasi pemikirannya dalam tulisan ini lebih bersifat moral, yang berusaha mengatur tingkah laku hidup manusia. Beliau tidak berikhtiar memecahkan masalah-masalah metafisik. Ia menulis, "Bahwa di dalam daya-daya kodrati dan inteleknya, manusia masih memiliki hati nurani, suatu percikan terang ilahi. Terang inilah yang menunjukkan kebaikan dan kejahatan”.

Kejahatan terbesar dalam sejarah, menurut Kamel, dilakukan oleh orang Yahudi dan Romawi karena mereka tidak mengikuti suara hati nuraninya. Padahal,  menurut Kamel, hati nurani merupakan suatu kategori imperatif. Beliau coba menjawab: “Apakah yang terjadi sesungguhnya pada Jumat Suci?” Kamel Hussein menulis sebagai berikut:

“Pada hari itu (Jumat Agung) orang Yahudi bersekongkol dengan orang Romawi untuk menyalibkan ‘Isa al-Masih, sehingga warta-Nya pun dihancurkan. Karena ketika memutuskan untukmenyalibkan Dia, sesungguhnya itu merupakan keputusan untuk menyalibkan hati nurani manusia dan memadamkan terangnya. Mereka beranggapan bahwa agama itu menciptakan kewajiban-kewajiban yang melampaui bisikan hati nurani. Mereka tak menyadari bahwa ketika manusia kehilangan hati nurani, tiada sesuatu pun yang lain yang dapat menggantikannya karena hati nurani manusia adalah obor dan terang ilahi. Tanpa itu, manusia tidak memperoleh bimbingan. Bila manusia tak memiliki hati nurani sebagai pembimbingnya maka segala kebajikan akan runtuh dan berubah menjadi kejahatan; intelek akan berubah menjadi kegilaan” (Kamel Hussein, Qaryatun Zalima, Kairo, 1954). Judul bahasa Inggeris: The City of Wrong, terjemahan. A.K. Cragg, hal. 3 – 4)

Dalam karyanya itu, Kamel pun menggarisbawahi beberapa karakter utama dari Al-Masih seperti kelembutan hati, kemurnian, cinta sesama, semangat kemiskinan, melepaskan diri dari hal-hal duniawi. Di atas segala-galanya adalah kepatuhanNya kepada hati nurani yang menghantarnya menjadi hati nurani manusia dan dunia.

Kedua, pengalaman indah masa kecilku di kampung Maundai, Kecamatan Keo Tengah, Kabupaten Nagekeo. Aku menyaksikan sanak kerabat Muslim dan Muslimat berziarah ke tetangga dan keluarga terdekat untuk bersalam-salaman dan memohonkan maaf lahir batin. Sementara itu, para kerabat yang beragama Kristen Katolik datang berziarah pada hari Idulfitri menjenguk kerabat dan tetangga yang muslim dan muslimat karena merekalah yang berhajat setelah sebulan menjalani Sawm Ramadan. Bagi mereka, Sawm Ramadan itu adalah salah satu pilar dari kelima rukun Islam di samping syahadat, salat, zakat, dan Haji. Namun, lebih dari itu, Sawm Ramadan dan Puasa Prapaskah itu menjadi momentum yang menggugah hati setiap kerabat beragama lain, khususnya umat Kristen untuk menimba hikmahnya.

Dengan demikian, pada akhir Prapaskah dan bulan Ramadan jelang Idulfitri, semua kita umat beriman, termasuk kaum miskin dan yang terpinggirkan bergembira dan menikmati pesta Paskah atau Kebangkitan Yesus Kristus dan Idulfitri  sebagai “Pesta kembalinya insan beriman ke fitrahnya yang suci dan mulia’ karena masa Prapaskah dan bulan Ramadan telah dimanfaatkan oleh setiap insan beriman sebagai saat pengontrolan diri dan kehendaknya, mengatasi rasa lapar dan haus, serta mengekang diri dari aneka kesenangan; juga merupakan kesempatan tobat dan kembali kepada jalan keagamaan yang murni dan konsekuen dengan mengutamakan kesucian, kepolosan dan persaudaran lintas iman yang menyebabkan kita bergembira dan berpesta!.

Selamat Pesta Paskah, 31 Maret 2024 & Selamat Idulfitri al-Mubarak, 01 Syawal 1445 Hijriah.