13 May 2024 - Oleh Kantor Kerjasama
Kategori : Kegiatan Khusus Kampus
Kerja Sama dengan WALHI NTT, Prodi IPM UNWIRA Hadirkan Rocky Gerung dan Edu Lemanto dalam Seminar Nasional
UNWIRA - Program Studi Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Katolik Widya Mandira bekerja sama dengan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) NTT menyelenggarakan Seminar Nasional bertajuk, "Membedah Politik Ekologi di Nusa Tenggara Timur." Seminar ini berlangsung di Aula St.Hendrikus, Gedung Rektorat, Lt. 4, pada Minggu (12/05/2024).
Kegiatan ini menghadirkan dua pembicara utama yakni, Edu Lemanto, analis politik dan sosoal dan Rocky Gerung, akademisi dan analis masalah sosial dan politik.
Ini adalah kali pertama Rocky Gerung dan Edu Lemanto menjadi pembicara dalam seminar nasional di UNWIRA.
Adapun pemantik dalam seminar nasional tersebut, antara lain, Deputi WALHI NTT, Yuvensius Nonga dan Didimus Dedi Dhosa, S.Fil., MA., dosen FISIP UNWIRA.
Dalam sambutannya, Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan, Eusabius Separera Niron, S.IP., M.IP., menjelaskan bahwa Provinsi NTT pada saat ini sedang dikepung oleh berbagai persoalan lingkungan hidup, dimulai dari perampasan lahan, alih fungsi lahan sampai kriminalisasi terhadap pegiat lingkungan hidup dan HAM.
Kondisi ini menurutnya, berdampak pada meningkatnya kerentanan wilayah serta bagi masyarakat atau kelompok-kelompok rentan.
"Kita dapat melacak sejumlah proyek strategis yang menghancurkan ekologis dan keselamatan warga di NTT, salah satunya proyek pariwisata premium dikawasan komodo. Proyek ini akan merelokasikan warga di pulau komodo dalam kenyamanan wisatawan dalam ruang wisata premiun," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Deputi WALHI NTT, Yuvensius Stefanus Nonga menegaskan bahwa provinsi NTT saat ini terhimpit oleh dua monster. Pertama; perubahan iklim. Kata dia, secara geografis Provinsi NTT seperti Indonesia mini. Ancaman perubahan iklim pada tahun 2050, menurut para ilmuan, 200-300 pulau di NTT akan menghilang oleh karena dampak perubahan iklim.
Monster kedua yakni kebijakan pemerintah. Beberapa kebijakan pemerintah melegitimasi proyek-proyek memasuki wilayah NTT yang mengabaikan daya tampung dan daya dukung lingkungan.
"Secara hukum, kita kenal adalah kajian lingkungan hidup strategis. Secara peraturan lingkungan hidup, benteng terakhir persoalan pembangunan berkelanjutan ada di UU Perlindungan Hidup yang mewajibkan seluruh kebijakan harus berbasis pada dua kajian ini," paparnya.
Dia menegaskan kebijakan pemerintah yang mengabaikan kajian lingkungan hidup strategis adalah penetapannya pulau flores sebagai pulau geotermal pada tahun 2017 lalu.
Baca Juga: Universitas Katolik Widya Mandira Lolos ONMIPA-PT ke Tingkat Nasional
"Provinsi NTT saat ini terhimpit oleh dua monster besar atau biasa kami sebut sebagai beban ganda ekologi NTT," tandasnya.
Sementara itu, Rocky Gerung merespons sejumlah permasalahan ekologi di NTT. Menurut pengamat politik nasional itu, pengesahan Undang-undang tentang masyarakat adat adalah solusi. Akan ada penguatan bila Undang-undang itu disahkan, terhadap masyarakat adat serta pembelaan kepada mereka yang tersingkir.
"Undang-undang yang akan dibuat harus berprinsip melindungi dan menjaga hak rakyat," terangnya.
Semua aturan yang hadir di masyarakat menurut Rocky merupakan kebijakan dari pemerintah pusat, tetapi dilemahkan oleh partai-partai politik dan mengakibatkan rakyat tidak memiliki hak.
"Jadi, yang paling pertama hak rakyat harus dipulihkan, tapi kalau tidak dapat dilakukan, rakyat dapat melakukan dengan tindakan yang lain," jelasnya.
Rocky menambahkan, tidak ada krisis ekologi di Provinsi NTT maupun daerah lainnya. Namun, telah terjadi krisis planet. Menurut dia, gangguan ekologi yang terjadi karena pencurian sumber daya alam dan kemarahan rakyat untuk mempertahankan haknya tidak dilembagakan.
"Akan tiba kondisi gerakan itu menjadi ideologis ketika pesan dihilangkan dalam teks sosial," pungkasnya.
(Penulis: Sandro Sogemaking; Editor: Rio Ambasan)