23 November 2024 - Oleh Kantor Kerjasama
Kategori : Kegiatan Khusus Kampus
UPT Perpustakaan UNWIRA Gelar Bedah Buku 'Filsafat Dekonstruksi' Karya Pater Yoseph Riang
UNWIRA – Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perpustakaan Pusat Universitas Katolik Widya Mandira melaksanakan kegiatan bedah buku “Filsafat Dekonstruksi: Tesis-tesis Kunci, Tinjauan, dan Kritik Pandangan Jacques Derrida” yang ditulis oleh Pater Yoseph Riang, SVD., S.Fil., M.Th., M.I.Kom. Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (21/11/2024) di Aula St.Paulus, Gedung Rektorat ini berkolaborasi dengan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UNWIRA.
Bedah buku ini menghadirkan Rm. Prof. Franz Magnis-Suseno (Guru Besar STF Driyarkara, Jakarta), SJ., P. Dr. Otto Gusti Madung, SVD. (Ketua IFTK Ledalero, Maumere-Flores), dan Drs. Marianus Kleden, M.Si. (Dosen FISIP UNWIRA) sebagai narasumber.
Baca Juga: UNWIRA Jadi Tuan Rumah Seminar Ketokohan dan Kepahlawanan Herman Yoseph Fernandez
Wakil Rektor III, Drs. Servatius Rodriques, M.Si., dalam sambutannya mewakili Rektor UNWIRA, mengatakan bahwa buku Filsafat Dekonstruksi bisa dipandang sebagai salah satu introduksi menarik untuk memahami dekonstruksi (deconstruction) pandangan Jacques Derrida tentang berbagai hal yang selalu baru dan diperbarui sebagai tanggapan terhadap modernisme.
“Dalam pandangan dekonstruksi Derrida atau destruksi Heidegger dan nihilisme Nietzsche, tak ada kebenaran universal yang valid untuk setiap orang karena individu terkunci dalam perspektif yang terbatas oleh konteks ras, gender, dan grup etnis masing-masing,” terangnya.
Menurutnya, setiap orang memiliki kebebasan untuk menafsir makna sehingga makna selalu dirumuskan ulang dan tetap tak bermakna serta tak ada kepastian. Makna atau kebenaran selalu baru dan bahkan relatif serta sulit menemukan ketenangan, keteduhan, dan kenyamanan karena segala sesuatu tiada henti didekonstruksi.
Drs. Servatius mengajak peserta yang hadir untuk mengikuti kegiatan bedah buku secara baik dan membaca karya Pater Yoseph untuk mendapatkan pemahaman tentang dekonstruksi dan menerapkannya dalam kehidupan.
Prof. Magins Suseno mengapresiasi buku yang ditulis oleh Pater Yoseph dan mengaku banyak belajar dari buku ini.
“Saya bukan ahli Derrida, bukan ahli dekonstruksi, tetapi saya belajar sedikit lebih mendetail dari buku Pater Yoseph Riang tentang apa yang dimaksud Derrida bahwa dekonsruksi itu sesuatu yang cukup menarik,” ungkapnya.
Sementara itu, Drs. Marianus Kleden melihat buku Pater Yoseph sebagai pemicu umtuk melihat dekonstruksi yang sudah dilakukan maupun sedang dilakukan di Indonesia. Ia mengatakan bahwa di Indonesia, dekonstruksi berlangsung dalam berbagai bidang, yaitu sastra, poliik, kesehatan, ideologi, dan HAM.
Baca Juga: FST UNWIRA Soroti Integrasi Sains dan Teknologi untuk Pengembangan UMKM Pangan Lokal NTT
Senada dengan itu, P. Dr. Otto Gusti, menekankan pentingnya masyarakat Indonesia membaca buku Filsafat Dekonstruksi. Menurutnya, buku ini adalah sebuah pengantar penting bagi pembaca Indonesia guna memahami pemikiran Filsuf Jacques Derrida yang tidak mudah.
Pater Yoseph Riang, Penulis buku Filsafat Dekonstruksi mengatakan bahwa dekonstruksi hadir untuk melawan proyek filsafat dan metafisika barat yang mendasarkan diri pada kebenaran tunggal, objektif, dan universal.
“Dalam proyek dekonstrukisme, pengarang dianggap telah mati serta keberadaannya tidak mampu lagi mengawal karya-karyanya,” tekannya.
Ia menjelaskan bahwa dalam dekonstruksi, teks tidak lagi dikendalikan oleh penulis, tetapi memiliki otonomitas yang senantiasa beriringan dengan dinamika penafsir serta pembaca. Penulis pun menjadi pembaca serta penafsir atas karyanya sendiri.
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa teori dekonstruksi Jacq Derrida mengajarkan tentang kebenaran sebuah teks yang dapat selalu diuji.
“Dekonstruksi memberikan wacana yang luas sekaligus terus mengalir tanpa harus terikat dengan narasi sebelumnya,” pungkasnya.
Pada akhirnya, sambungnya, dekonstruksi hanya mau mengafirmasi adanya pluralitas makna.
Grace Malana, mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan mengungkapkan kegembiraannya mengikuti kegiatan ini. Ia berpendapat bahwa dengan mengikuti kegiatan ini, ia belajar bahwa dalam menilai sesuatu, harus melihat dari tafsiran yang beragam dan bermacam-macam.
(Penulis: Yufra Nomnafa; Editor: Yosefa Saru)