30 November 2018 - Oleh
Kategori :
Seminar Nasional MPR RI
28
November 2018
Dalam rangka penataan sistem
ketatanegaraan Indonesia dan mewujudkan akuntabilitas public dalam melaksanakan
tugas konstitusional, Majelis Pemusyawaratan Rakyat RI bekerjasama dengan Universitas
Katolik Widya Mandira yang diwakili oleh Fakultas Hukum menyelenggarakan
Seminar Nasional pada 28 November 2018 bertempat di Hotel Aston.
Seminar Nasional yang
mengusung tema Penataan Kewenangan MPR ini menghadirkan sejumlah pembicara dari
kalangan akademisi dan dari lingkungan Badan Keahlian MPR yakni Prof. Dr.
Hendrawan Supratikno, Dr. Andreas Hugo Parera, MA, Zulfan Lindan, Pdt. Mathen,
M.Th, Dr. Maria Theresia Geme, SH, MH, Dr. Yohanes Kotan, SH, MH, Dr. Yohanes Tubahelan,
SH, MH.
Rektor Universitas Katolik
Widya Mandira dalam sambutan pembukaan Seminar ini mengemukakan urgensitas pembahasan
penataan kewenangan MPR sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UUD 1945. “Kewenangan MPR sebagaimana yang ditetapkan dalam
Garis Besar Haluan Negara mencakup di dalamnya mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan
umum, memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap
negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela
dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, melantik Wakil Presiden menjadi Presiden
apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya
dalam masa jabatannya. Menjadi tugas kita pada siang hari ini untuk mendiskusikan
wewenang MPR RI agar pelaksanaan wewenang tersebut senantiasa berjalan pada koridor
yang benar.
Tidak lupa, Rektor juga mengkritisi kinerja segelintir anggota
MPR RI yang masih belum maksimal. “Dewasa ini masih banyak anggota Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang hanya duduk-duduk yang sesuai dengan makna kata bahasa Arabnya jalasa
yang berarti duduk, dan majlis yang berarti perkumpulan atau
himpunan orang-orang yang duduk-duduk karena tidak memiliki kompetensi memadai untuk
bekerja. Kritikan Rektor ini disambut tepukan tangan oleh para peserta
seminar.
Sementara itu, Dr. Andreas Hugo Parera yang membawakan sambutan
mewakili Badan Keahlian MPR RI mengapresiasi antusiasme peserta seminar yang
hadir serta mengharapkan diskusi yang berkualitas agar dapat memberikan masukan
bagi perbaikan kinerja MPR.
Seminar Nasional ini dihadiri oleh peserta dari berbagai kalangan
yakni para dosen, pemerhati dunia politik, serta mahasiswa