23 May 2025 - Oleh
Kategori :
Kelas Inkubasi Persiapan Kerja Perkenalkan Profesi Interpreter

UNWIRA - Kantor Kerja Sama dan Pusat Karier (KSPK), Universitas Katolik Widya Mandira kembali mengadakan kelas inkubasi persiapan karier sebagai bagian dari upaya memperkenalkan beragam jenis pilihan karier serta meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja. Kegiatan ini mengangkat tema “Interpreting 101: Introduction to Interpreting” dan berlangsung di Auditorium St. Paulus, Lantai 4, Gedung Rektorat, pada Kamis (23/05/2025).
Kegiatan ini menghadirkan Elisabet Werang, seorang profesional interpreter, translator, sekaligus pendidik independen yang juga merupakan Alumnus Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris UNWIRA, sebagai narasumber utama. Acara ini turut dihadiri oleh dosen serta mahasiswa dari berbagai program studi, khususnya Prodi Pendidikan Bahasa Inggris.
Dr. Priscilla Hornay, Kepala KSPK, mengapresiasi kehadiran dan kesediaan narasumber dalam membagikan pengalaman serta wawasan terkait profesi sebagai interpreter.
"Kita memiliki narasumber yang sangat luar biasa yang akan berbagi cerita, pengalaman, dan peluang dalam dunia kerja," ungkapnya.
Ia juga mendorong para mahasiswa untuk menyimak materi dengan baik guna memperoleh inspirasi dan informasi mengenai peluang karier di masa depan.

Mengawali sesinya, Elisabet Werang, yang akrab disapa Yanti menjelaskan perbedaan mendasar antara profesi penerjemah (translator) dan juru bahasa (interpreter), dua istilah berbeda yang kerap disamaartikan.
“Translator menerjemahkan teks tertulis, sementara interpreter menerjemahkan bahasa lisan secara langsung,” jelasnya.
Yanti kemudian memperkenalkan dua metode utama dalam penjurubahasaan, yaitu konsekutif dan simultan.
“Metode konsekutif dilakukan secara bergantian antara pembicara dan interpreter, dan umumnya digunakan dalam kelompok kecil. Sementara metode simultan dilakukan secara bersamaan dengan pembicara dan lebih cocok untuk kelompok besar. Namun, tidak menutup kemungkinan kedua metode ini digunakan tanpa memandang besarnya jumlah peserta,” jelasnya.
Dalam sesi tersebut, Yanti juga melakukan demonstrasi teknik konsekutif, termasuk teknik mencatat cepat informasi lisan. Sementara karena keterbatasan peralatan, demonstrasi metode simultan tidak dapat dilakukan.
Meskipun profesi interpreter mungkin belum cukup dikenal, Yanti menekankan berbagai manfaat dari profesi ini, termasuk dari aspek finansial, fleksibilitas jam kerja, serta peluang kerja mandiri. Namun, ia juga menyoroti tantangan yang melekat pada profesi ini. Salah satunya adalah tuntutan untuk tidak hanya memahami bahasa sumber, tetapi juga memahami konteks budaya dan bahasa target. Hal ini menjadi semakin penting terutama dalam proyek penerjemahan seperti games atau takarir film yang kerap menuntut penerjemahan yang disebut localization.
Baca Juga: Mahasiswa UNWIRA Raih Prestasi di Ajang PISMA IX
Selain itu, keterbatasan informasi yang disebabkan karena interpreter tidak memiliki akses penuh terhadap informasi atau konteks penuh dari topik yang akan dibahas juga dapat menjadi tantangan.
"Untuk mengatasi hal ini, penting bagi interpreter untuk banyak membaca dan melakukan riset terkait topik yang akan dibahas," tekannya.
Selain kemampuan riset, Yanti menyebut beberapa kualifikasi yang harus dimiliki seorang interpreter, yakni fasih dalam setidaknya dua bahasa, latar belakang dari berbagai ilmu, dan kemampuan berbicara di depan umum. Seiring dengan berjalannya waktu, ia menambahkan bahwa memiliki sertifikasi dari lembaga berwenang juga dapat meningkatkan kredibilitas penerjemah dan juru bahasa.
Menutup sesinya, Yanti membagikan informasi mengenai sumber-sumber pembelajaran bagi seorang interpreter, seperti situs, berbagai kanal YouTube, dan buku.
(Penulis: Imel Hongu; Editor: Yosefa Saru)