10 November 2022 - Oleh Kantor Kerjasama

Kategori : Kerja Sama dengan Lembaga Lain

Goes to Campus, BI Cabang NTT Selenggarakan Kegiatan Bedah Buku di UNWIRA


Goes to Campus, BI Cabang NTT Selenggarakan Kegiatan Bedah Buku di UNWIRA

UNWIRA – Bank Indonesia (Bank Sentral Republik Indonesia) Cabang Nusa Tenggara Timur (NTT) menyelenggarakan kegiatan bedah buku di Universitas Katolik Widya Mandira (UNWIRA) Kupang pada Kamis (10/11/2022). Kegiatan bedah buku yang bertajuk “BI Smart Goes to UNWIRA” dilaksanakan di Ballroom St. Hendrikus, Lantai 4 (Empat) Gedung Rektorat UNWIRA Penfui. Untuk membedah buku “Perdagangan Lintas Batas”, BI Cabang NTT menghadirkan Dr. Kamilaus Konstance Oki, SE., ME., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Timor (UNIMOR), selaku penulis buku “Perdagangan Lintas Batas”, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., Rektor UNWIRA, selaku penanggap I, dan Daniel Agus Prasetyo, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTT, selaku penanggap II.

Baca juga: Petunjuk Teknis (Juknis) dan Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Perlombaan Paduan Suara Lagu-lagu Natal Tingkat SMA se-Kota Kupang dan Kabupaten Kupang

Dalam welcoming speech-nya, Pater Dr. Philipus Tule, SVD., Rektor UNWIRA, mengatakan bahwa untuk kerja sama dan kegiatan yang kaya makna sosial dan akademis ini, UNWIRA sangat bersyukur dan perlu menyampaikan terima kasih kepada pihak Bank Indonesia, khususnya kepada Bapak Daniel Agus Prasetyo, Deputi Kepala Perwakilan BI NTT, yang telah mempercayakan UNWIRA sebagai partner dalam berbagai program dan kegiatan BI.

“Kita semua menyadari bahwa dalam kaitan dengan program literasi keuangan dan khususnya berhubungan dengan program MBKM, kualitas akademik mahasiswa/i yang lebih berkualitas tak bisa dicapai oleh Lembaga Pendidikan Tinggi saja. Sebab, kualitas dan kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) UNWIRA masih terbatas di bidang moneter, sehingga kita membutuhkan kerja sama dan sinergitas dengan berbagai pihak atau lembaga bisnis dan moneter, seperti BI," kata ahli dan dosen Filsafat Islam (Islamologi) yang menyelesaikan Program Doktoral-nya di The Australian National University, Canbera - Australia.

Besar harapan kami, lanjut Rektor UNWIRA yang biasa disapa Pater Lipus itu, agar Bank Indonesia dengan program BI SMART Goes to Campus ikut mendukung edukasi dan membantu civitas academica UNWIRA untuk lebih mengenal dan terlibat dalam program dan kegiatan kampanye Cinta, Bangga, dan Paham Rupiah (CBP - Rupiah).

Baca juga: Juknis dan Juklak Perlombaan Paduan Suara Lagu-lagu Natal Tingkat SMA se-Kota Kupang dan Kabupaten Kupang

Sementara itu, dalam sambutannya, Daniel Agus Prasetyo, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTT, mengatakan bahwa BI Cabang NTT sangat bersyukur dan berterima kasih kepada UNWIRA yang sudah mau bersinergi dan menyiapkan sarana prasarana, serta memfasilitasi mahasiswa/i untuk hadir dalam kegiatan ‘Bedah Buku “Perdagangan Lintas Batas”, Edukasi CBP Rupiah, dan QRIS Experience’.

Menurut Bapak Daniel Agus Prasetyo, secara global, ada beberapa negara yang mengalami resesi saat ini.

“Oleh karena itu, kita juga harus waspada sejak sekarang. Apalagi NTT juga mengalami inflasi saat ini. Pada bulan Oktober, inflasi di NTT sudah mencapai angka 7,37. Maka, dalam kerja sama dengan pemerintah daerah, BI berupaya menurunkan angka inflasi itu. Salah satu caranya ialah melalui perdagangan lintas batas. Dalam hal ini, dengan adanya perdagangan lintas batas, kita dapat memperbanyak ekspor, sehingga rupiah kita semakin menguat. BI berusaha mendorong para petani di perbatasan yang notabene kebanyakan tamat SD untuk menjadi lebih maju. BI perlu melakukan pemerataan ekonomi di kawasan perbataasan dan memberikan kesempatan yang luas bagi warga negara untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya,” ungkap alumnus Universitas Diponegoro itu.

Kemudian, dalam presentasinya, Dr. Kamilaus Konstance Oki, SE., ME., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Timor (UNIMOR), mengatakan bahwa perdagangan lintas batas adalah kegiatan jual beli barang antar penduduk berlainan negara di daerah perbatasan atas dasar kesepakatan bersama.

“Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendapatkan barang dari tempat lain karena faktor kurang ketersediaan di tempat masyarakat itu berasal atau karena faktor harga, kedekatan emosional, kelunakan administrasi pelintas, dan alasan lainnya. Namun yang pasti ialah saling melengkapi dan masing-masing memperoleh keuntungan dari proses transaksi tersebut. Mekanisme pengelolaan perdagangan lintas batas pada umumnya masih bersifat tradisional dengan melibatkan masyarakat sekitar dan terbatasnya peran pemerintah dalam mencampuri mekanisme pasar. Namun, karena aktivitas masyarakat dari negara yang berbeda, maka pemerintah melalui instansi terkait ikut mengawal untuk memberikan jaminan keamanan dan kenyamanan bagi masyarakat,” tutur Bapak Kamilaus.

Baca juga: Ikuti Lomba Solo Seriosa Putra Tingkat Nasional, Mahasiswa UNWIRA Raih Juara Satu

Menurut Bapak Dr. Kamilaus, masyarakat Distrik Oekusi dan TTU dapat menjalankan perdagangan lintas batas karena mereka memiliki kesamaan dalam banyak hal, khususnya secara sosial budaya.

Lebih lanjut, Bapak Dr. Kamilaus Oki juga menyinggung situasi kemiskinan yang dialami oleh masyarakat di perbatasan, baik masyarakat Distrik Oekusi – Timor Leste maupun masyarakat Timor Tengah Utara (TTU) – Indonesia.

“Rata-rata tingkat pendapatan masyarakat TTU ialah 11.667 per hari atau 350.000 per bulan. Penyebab utama dari kondisi tersebut ialah faktor pendidikan, mata pencaharian, dan kultur masyarakat. Angka buta huruf masih sangat tinggi, yaitu sekitar 70% masyarakat hanya mampu menamatkan pendidikan tingkat dasar,” kata Dr. Kamilaus.

Selain itu, menurut Bapak Dr. Kamilaus, salah satu persoalan yang masih terjadi di perbatasan itu ialah mobilisasi barang atau jalur pintas yang disebut dengan black market.

Black market itu marak terjadi di wilayah perbatasan dengan melibatkan masyarakat dari kedua belah pihak. Faktor penyebab adanya black market ialah harga barang yang lebih murah dibandingkan dengan harga di pasaran. Sebab, saat proses penyeberangan barang tidak melibatkan bea cukai dan imigrasi atau tidak dikenakan beban pajak,” ungkap Bapak Dr. Kamilus.

Baca juga: Bertemu Menteri Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Timor Leste, UNWIRA Sampaikan Beberapa Agenda Kerja Sama

Terhadap presentasi Bapak Dr. Kamilus, Rektor UNWIRA, Pater Dr. Philipus Tule, SVD menanggapinya dari sisi antropologis.

“Kita, masyarakat NTT (baik masyarakat pedesaan maupun akademik), tidak luput dari kenyataan bahwa kita hidup dalam nuansa masyarakat tradisional dan modern. Di tengah pesatnya teknologi canggih (IT) hingga mencapai penggunaan Cryptomoney (atau Bitcoin), sebagian warga masyarakat di perbatasan Timor Leste dengan Indonesia masih mempraktikkan barter (tukar menukar barang). Misalnya, Sagiko ditukar dengan beras, kambing ditukar dengan Anggur Tinto atau minuman beralkohol lainnya. Realitas kehidupan masyarakat semacam itu hendaknya dipandang sebagai suatu perpaduan serasi antara pola hidup masyarakat berbudaya tradisional dan modern, bukan sebagai suatu yang kontradiktif,” tutur Pastor SVD yang pernah menulis buku berjudul “Mengenal Kebudayaan Keo: Dongeng, Ritual, dan Organisasi Sosial”.

Dalam konteks NTT, lanjut Rektor UNWIRA yang menjabat sejak tahun 2017 – 2025, perdagangan lintas batas dengan Timor Leste juga bersifat internasional dan interetnis (Tetun dan Dawan) karena berbagai hal yang unik, seperti kedekatan pemukiman, kesamaan latar belakang etnisitas dan budaya, hubungan kekerabatan sosial atau kekeluargaan, kemudahan aksesibilitas, dan yang lainnya.

“Perdagangan lintas batas itu bisa terjadi antara penduduk dua negara yang berbatasan. Hal ini membutuhkan perlakuan khusus bagi masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan demi kemudahan akses dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, serta pemasaran produk yang diproduksi demi peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat perbatasan,” jelas Pater Lipus.

Baca juga: Rayakan Pancawindu, Sastrawan NTT Hadiahkan Buku untuk UNWIRA

Berbeda dengan Rektor UNWIRA, Daniel Agus Prasetyo, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia NTT, selaku penanggap II, memberikan masukan-masukan yang konkret untuk buku “Perdagangan Lintas Batas”.

“Isu-isu yang ada di dalam buku memang merupakan isu-isu yang relevan. Ada dua hal yang perlu diperdalam lagi, yaitu data statistik yang lebih mendalam dan aktualitas data. Bapak Kamilaus sebenarnya bisa bekerja sama dengan BPS di daerah tersebut untuk mendapatkan data-data sekunder yang dapat dimanfaatkan guna menambah cerita di dalam buku yang sudah ditulis, sehingga bisa lebih mudah dipahami oleh pembaca. Kemudian, karena buku ini diangkat dari disertasi dan datanya diambil dari tahun 2014 dan tahun 2015, tetapi buku ini ditulis pada tahun 2021, aktualitas data perlu diperhatikan, sehingga Bapak Kamilaus bisa memastikan kondisi dua sampai tiga tahun terakhir ini, sehingga pembaca bisa lebih memahami situasi sebelum dan setelah Covid-19. Buku ini akan menjadi lebih menarik kalau datanya lebih kekinian,” kata Bapak Daniel Agus Prasetyo.

Baca juga: Ikuti Lomba Solo Seriosa Putra Tingkat Nasional, Mahasiswa UNWIRA Raih Juara Satu

Dalam sesi diskusi, Ibu Maria Augusti Lopes Amaral, SE., MM., Dosen Program Studi Manajemen UNWIRA, mempertanyakan situasi black market.

“Apakah dengan hadirnya perdagangan lintas batas ini, black market bisa diminimalkan?” tanya Ibu Kika.

“Perdagangan lintas batas bisa meminimalkan black market, tetapi tidak bisa menghilangkannya,” pungkas Bapak Dr. Kamilaus.